Layaknya karang yang selalu diterpa ombak. Dari ombak kecil bahkan badai hingga amukan laut yang semula tenang. Seperti itulah perumpamaan raga manusia. Dia bisa rapuh, dia bisa hancur, dia bisa kehilangan asanya. Ketika seluruh dunia berlomba-lomba menjadi yang terkuat untuk menyakitinya. Manusia bukan karang yang meskipun dia sudah hancur tetapi tetap mampu menjadi karang yang sama setelahnya. Tidak apa-apa menyerah sebentar, tidak apa-apa ingin berhenti sebentar, manusiawi. Manusia punya rasa lelah yang amat sangat hingga mampu memporak porandakan tujuan hidupya. Mampu melupakan penciptanya dan mampu merajut fikiran bahwa mati adalah yang terbaik daripada hidupnya. Tertekan, tersiksa, terhimpit didalam batin lebih menyakitkan daripada sakit fisik yang mampu menghilangkan kesadaran manusia. Karena batin yang terlalu lelah disabit parang, bukan hanya mampu menghilangkan kedasaran, tetapi juga mampu menghilangkan nyawa. Bahkan oleh orang-orang yang ternyata adalah orang yang disayangi,...
Poros kehidupan mengitari cinta, berkaitan dengan hati dan menuntut logika. Sore ini ditemani si merah dilangit Barat yang biasa disebut senja aku menyaksikan sendiri bagaimana Cinta mampu menerangi yang telah redup, mensejajarkan hati dan logika sehingga menciptakan segaris haluan tentang makna mencintai tanpa harus memiliki, pun mencintai dengan bungkam hanya dalam sanubari