Assalamu’alaikum
Hai, salam kenal aku Salsa. Tulisan ini dibuat pada hari Selasa, 29 Juni 2021 tepatnya pukul 00.37 dini hari. Aku ingin sedikit bercerita tentang sosok hero terhebat yang pastinya sudah membuatku jatuh cinta sejak pertama kali indera penglihatanku menyapa alam. Mungkin dulu dialah sosok yang pertama kali tersenyum haru, bangga dan bahagia menyambut tangisanku yang nakal. Kalian tahu? Mungkin dulu Salsa kecil memanggil-manggil kedua malaikat yang akan selalu melindungi dan menyayanginya selama dia hidup, berupa tangisan yang memekakkan telinga siapapun yang mendengarnya. Mengikarkan janji bahwa Salsa akan selalu menyayangi kedua malaikatnya selama dia pun masih hidup. Mungkin dulu sosok tangan kekar penuh keringat yang selalu menggendong dengan bangga putri kecilnya, lalu malaikat bermata teduh dan bermandikan peluh mencium lembut seraya berbisik “selamat dating nak, ini keluargamu, tempatmu pulang. Ayah dan Ibu akan selalu menjagamu”. Mereka selalu memberikan kasih sayang yang sangat besar. Ayah, Ibu, terima kasih sudah melahirkanku. Tetapi sekarang aku sedang merindukan sosok tangan kekar yang dulu menangkup tubuhku dengan haru. Perpisahan membuat ikatan diantara kamu seperti transparan dan hamper putus. Tetapi Ayah, percayalah bahwa doa-doaku tidak pernah putus untuk kebaikan dan kebahagiaanmu. Percayalah bahwa kata rinduku tidak akan bisa dirangkai menjadi sebuah kalimat, rindu itu sangat besar. Rasa agung yang dirasakan seorang putri kepada cinta pertamanya, aku merasakannya Ayah. Jika membahas soal harapan, itu terlalu besar dan banyak. Jadi tidak perlu dikalimatkan harapan-harapan itu Ayah. Aku percaya bahwa Ayah pun mengharapkan yang terbaik untuk putrimu ini. Harapan setiap ayah dan orang tua untuk setiap anaknya. Ayah tahu? Setiap aku memandang hujan yang deras aku berpikir apakah rinduku bisa disamakan oleh rintikan hujan terderas yang pernah turun ke bumi? Mungkin lebih deras lagi. Di setiap aku berpapasan dengan senja, aku selalu berharap bahwa Ayah sedang berdiri tersenyum, setidaknya menemaniku menghujung senja. Bila pun pertemuan itu sesingkat senja, sebenarnya aku sudah sangat bahagia. Asalkan bisa bertemu dan memandang senyummu, Ayah. Bahkan aku selalu yakin bahwa Ayah sama merindunya denganku. Merindukan putrinya yang pasti sudah dewasa ini. Ayah, banyak cerita yang sudah membukit ketika nanti kita bertemu lagi. Bahkan aku sudah menyusun kalimat pembuka yang pas untuk memulai ceritanya. Tetapi sepertinya Allah memperingatkanku untuk bersabar oleh takdir-Nya. Allah memberikan rasa kecewa dan air mata untuk lebih mendewasakanku Ayah. Agar suatu saat nanti aku lebih siap untuk bertemu denganmu dan mempersembahkan versi terbaikku. Agar kalimatku tidak terbata dan berantakan ketika bercerita denganmu. Dan tujuan-tujuan lain yang pastinya itu baik untukku. Aku percaya padamu Ayah, dan aku percaya kepada Allah. Maafkan putrimu yang cengeng ini Ayah, oh mungkin Allah mempertemukan kita nanti pada saat aku sudah tidak lagi tukang nangis. Betapa baiknya Allah ya Yah. Sampai sekarang, harapan terkuatku tetap bertemu denganmu Ayah. Aku selalu menitipkan salam rindu dari ujung langit ke ujungnya lagi untukmu Ayah. Doakan putrimu selalu kuat menghadapi ujian hidupnya ya Ayah. Untuk Ayah, Ayah tidak perlu meminta. Putrimu sudah dengan bahagia mendoakan kebahagiaan untukmu. Sehat-sehat ya Ayah
Ayah. Aku mengawali kalimat dengan topic yang aku bahagia ketiku menyebutnya tetapi sakit ketika menjabarkannya. Aku minta maaf ayah sudah meletakkan luka dalam gelar hebatmu. Aku minta maaf telah mengguyur air mata pada nama besarmu. Aku minta maaf ayah. Putrimu ini adalah seorang pengharap yah. Ya, sebelum ini putrimu sangat berharap besar kepadamu. Tentang keindahan kasih, ketulusan rasa dan kekuatan ikatan. Tetapi ternyata kau baik sekali ayah. Kau mengingatkanku kepada Allah, Tuhanku. Bahwa Allah tidak suka hambanya berharap kepada selain-Nya. Maka terima kasih ayah, engkau sudah menunjukkan hal besar yang aku lupakan. Kau tetaplah ayahku, doa yang setiap saat melangit agar ragamu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Meski dengan menyebutmu lukaku semakin merah berdarah, tetapi aku mencintaimu. Aku tetap mencintaimu. Jikapun ceritanya bukan seperti anggapanku selama ini, aku ikhlas ayah. Sekali lagi, kau mengajarkan keikhlasan yang begitu besar didalam jiwa putrimu ini. Kau meniti...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSemangat nduk😭 tak temenin sampe bener" km bahagia dengan ayahmu😭
BalasHapus