Sebagai gantinya, akan kusabarkan menunggumu yang entah bagaimana akhirnya. Sebelum ketetapan-Nya menjawab teka-teki perjalananmu, akan kupertahankan kesetiaanku. Kembalilah ke tempat dimana terakhir kali kamu memutuskan untuk melepaskanku jika terjadi sesuatu, aku akan tetap berdiri disana, selama Ridhallahu bersamaku. Bukan, aku bukan berharap yang tidak baik atas dirimu, aku hanya berusaha menebus kebodohanku yang telah lalu, karena tidak ada yang bisa menetapkan hati seorang manusia kecuali Allah Sang Pembolak Balik Hati. Pun jangan salah faham terhadapku, aku sama sekali tidak mendo'akan agar jalanmu berbatu, aku tetap menyelipkan doa untuk kebahagiaanmu disela-sela harapanku untuk keluargaku dan untukku sendiri. Sebagai manusia, aku hanya ingin berjaga-jaga jika ketentuan-Nya tidak selurus yang kamu dan semua orang harapkan termasuk aku. Karena kita hanyalah manusia biasa yang tidak pernah tahu bagaimana skenario-Nya bahkan rencana-Nya. Katakanlah aku seorang keras kepala, memang. Aku ingin merasakan bagaimana kamu kala itu bertahan untukku meski kepastian tidak berpihak padamu. Jangan pula kamu beranjak mengasihaniku, aku sama sekali tidak membutuhkan itu. Aku hanya ingin merasakan bagaimana kamu kala itu. Apapun yang kamu fikirkan aku tidak peduli dan tidak berniat menjelaskan, karena selain percuma aku tidak ingin membuang waktuku untuk menjabarkan hal yang sama sekali tidak mengubah apapun dari bentuknya. Tetap jalani harimu seperti sedia kala pilihanmu. Untuk perasaanku biarlah yang Maha Rahman yang mengaturnya sendiri. Kurasa sudah cukup jelas kalimatku diatas jika memang tulisan ini sempat menjadi perhatianmu, doaku tetap semoga Allah selalu meridhai segala keputusanmu dan melancarkan segala rencanamu, jangan hiraukan tulisan ini, jangan jadikan fikiran ataupun kesangsian kakimu melangkah. Tujuanku menulis paragraf panjang ini hanyalah agar kamu mengingat satu saja kalimat kesimpulan bahwa ''Jika Allah meridhai, aku selalu berdiri kapanpun kamu ingin kembali,"
Ayah. Aku mengawali kalimat dengan topic yang aku bahagia ketiku menyebutnya tetapi sakit ketika menjabarkannya. Aku minta maaf ayah sudah meletakkan luka dalam gelar hebatmu. Aku minta maaf telah mengguyur air mata pada nama besarmu. Aku minta maaf ayah. Putrimu ini adalah seorang pengharap yah. Ya, sebelum ini putrimu sangat berharap besar kepadamu. Tentang keindahan kasih, ketulusan rasa dan kekuatan ikatan. Tetapi ternyata kau baik sekali ayah. Kau mengingatkanku kepada Allah, Tuhanku. Bahwa Allah tidak suka hambanya berharap kepada selain-Nya. Maka terima kasih ayah, engkau sudah menunjukkan hal besar yang aku lupakan. Kau tetaplah ayahku, doa yang setiap saat melangit agar ragamu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Meski dengan menyebutmu lukaku semakin merah berdarah, tetapi aku mencintaimu. Aku tetap mencintaimu. Jikapun ceritanya bukan seperti anggapanku selama ini, aku ikhlas ayah. Sekali lagi, kau mengajarkan keikhlasan yang begitu besar didalam jiwa putrimu ini. Kau meniti...
Masya allah... امين يارب العالمين.
BalasHapusAlhamdulillah:)
Hapus