Kala sunyi aku berjalan sendiri
Sekelebat bayang secepat kilat seakan menari menghampiri lalu pergi
Sedetik berlalu kudengar suara menginterupsi
Siapa dia? Kanan kiri kutoleh mencari
Lalu sayup-sayup seseorang berjalan kemari
Semakin jelas menapak bumi hingga dapat kukenali
Dia, berjalan tegap kearahku dengan pasti
Mataku menangkap sebuah gerakan melambai dengan senyum lebar ceria wajah berseri
Aku diam tak berkutik barang sedetikpun menanggapi
Kenapa? Ada apa wahai hati?
Rasa ini,
Debaran apa yang sedang mendera jantung tak mau berhenti?
Ketika seharusnya aku membalas sapa tak kalah riang menampakkan deretan gigi,
Mengapa sulit sekali tanganku bergerak bahkan sekedar melambai?
Lidahku kelu, apa yang sebenarnya terjadi?
Detik demi detik waktu berjalan
Menjadi menit, jam, yang mengalun dalam irama kehidupan
Siapakah tahu ketetapan hati dalam iman?
Derit waktu yang telah mengubah perasaan
Dari kosong menjadi penuh kejutan
Kejutan?
Ya, hati yang semula terlatih hanya untuk mencintai Tuhan
Kini perlahan terusik oleh sosok pengundang perhatian
Yang selalu terfikirkan di setiap ritme nafas yang masih berjalan
Entah memang seperti itu ataukah sebuah kebetulan
Jantung berdetak bergemuruh setiap dingin dirinya mengarah memperhatikan
Hati kembang kembis menahan segala gejolak yang ia ciptakan
Lalu haruskah bibirku berteriak mengucap satu kata penggambaran perasaan?
Kebodohanlah bila benar kulakukan
Satu hal yang tidak perlu dia tau, bahwa rasaku bukanlah salah
Mencintainya sedalam ini bukanlah sebuah fatamorgana yang dapat berlalu saat lelah
Ketika rasa yang semakin tumbuh terlihat semu, dialah yang sebenarnya sedang berkilah
Karena berjalannya rasa ini tidaklah mudah putar arah
Meski nanti atau selanjutnya ada luka memerah
Biarkan saja apapun yang terjadi dengan hati berdiam meski gundah
Bahkan bukan ragaku yang bertekad, hatilah yang telah menjanjikan
Andai datang angin menggoyahkan, mungkin rasaku tetap kokoh seperti iman
Bilapun datang rindu menggaduhkan, selain diam, apalagi yang bisa kulakukan?
Sedalam rasaku adalah sedalam usahaku menyembunyikan
Meski berkali-kali ketukan ringan seakan memaksa membuka yang telah terencanakan
Katakan aku terlalu berlebihan dalam mencintai
Namun memang inilah, inilah kesulitanku mengatur rasa agar tertata rapi
Dalam harap sesungguhnya ingin biasa saja menyikapi
Namun apalah daya dengan pergerakan yang berbeda antara mata dan hati
Kontrol rasa yang bukan perkara biasa, bisa saja malah menjadi-jadi
Ingin ku akui saja
Bahwa bahagia, setiap mengingat manis senyumnya
Bahwa suka, dengan setiap tingkah lakunya
Bahwa indah, tentang segala sikap gelak tawanya
Tak pernah kupungkiri bahwa kenyamanan yang dibawanya sudah melekat di jiwa
Menciptakan percikan api yang tanpa sengaja semakin membesar seiring tumbuhnya rasa
Sungguh aku tak ingin, tapi apa dayaku menolak yang tiada punya kuasa?
Hati adalah pengendali raga
Tanpa kuminta pun akan bergerak sesuai titahnya
Lalu banyakkah celah bagiku menyembunyikan rasa?
Keyakinanku serta merta mengikis ketika senyum yang selama diamku terbayang jelas tampak nyata didepan netra
Duniaku, akankah kamu berubah sekejap hanya dengan sebuah sapa?
Sungguh indah pahatan Tuhan telah meracuni setiap angan harapku
Duniaku serasa terguncang menyaksikan sendiri gerak geriknya yang lugu
Jangan runtuh, pertahanan yang sudah kubangun lama jangan dulu
Sungguh inilah yang terjadi padaku, setiap dia tak jauh dari gerak ruangku
Rasa hati ingin menghampiri lalu mendekap hangat melupakan rasa malu
Tapi dunia seolah berhenti menyisakan kaki yang serasa kaku
Hingga hanya diam dan diam meski terasa ngilu
Ikhlas, cinta tau kemana dia melangkah dan pergi
Sekuat apapun menahan, jika cinta ingin berlalu maka tak ada apapun yang bisa memungkiri
Aku hanya ingin membiarkan rasa ini mengalur di jalan yang seharusnya dilewati
Dengan sejuta harap dan seribu angan, aku mampu berdiri menyeimbangi
Karena cintaku adalah kekuatanku di kehidupan yang perlu kuhadapi
Disanalah aku bisa merasakan seri
Sekelebat bayang secepat kilat seakan menari menghampiri lalu pergi
Sedetik berlalu kudengar suara menginterupsi
Siapa dia? Kanan kiri kutoleh mencari
Lalu sayup-sayup seseorang berjalan kemari
Semakin jelas menapak bumi hingga dapat kukenali
Dia, berjalan tegap kearahku dengan pasti
Mataku menangkap sebuah gerakan melambai dengan senyum lebar ceria wajah berseri
Aku diam tak berkutik barang sedetikpun menanggapi
Kenapa? Ada apa wahai hati?
Rasa ini,
Debaran apa yang sedang mendera jantung tak mau berhenti?
Ketika seharusnya aku membalas sapa tak kalah riang menampakkan deretan gigi,
Mengapa sulit sekali tanganku bergerak bahkan sekedar melambai?
Lidahku kelu, apa yang sebenarnya terjadi?
Detik demi detik waktu berjalan
Menjadi menit, jam, yang mengalun dalam irama kehidupan
Siapakah tahu ketetapan hati dalam iman?
Derit waktu yang telah mengubah perasaan
Dari kosong menjadi penuh kejutan
Kejutan?
Ya, hati yang semula terlatih hanya untuk mencintai Tuhan
Kini perlahan terusik oleh sosok pengundang perhatian
Yang selalu terfikirkan di setiap ritme nafas yang masih berjalan
Entah memang seperti itu ataukah sebuah kebetulan
Jantung berdetak bergemuruh setiap dingin dirinya mengarah memperhatikan
Hati kembang kembis menahan segala gejolak yang ia ciptakan
Lalu haruskah bibirku berteriak mengucap satu kata penggambaran perasaan?
Kebodohanlah bila benar kulakukan
Satu hal yang tidak perlu dia tau, bahwa rasaku bukanlah salah
Mencintainya sedalam ini bukanlah sebuah fatamorgana yang dapat berlalu saat lelah
Ketika rasa yang semakin tumbuh terlihat semu, dialah yang sebenarnya sedang berkilah
Karena berjalannya rasa ini tidaklah mudah putar arah
Meski nanti atau selanjutnya ada luka memerah
Biarkan saja apapun yang terjadi dengan hati berdiam meski gundah
Bahkan bukan ragaku yang bertekad, hatilah yang telah menjanjikan
Andai datang angin menggoyahkan, mungkin rasaku tetap kokoh seperti iman
Bilapun datang rindu menggaduhkan, selain diam, apalagi yang bisa kulakukan?
Sedalam rasaku adalah sedalam usahaku menyembunyikan
Meski berkali-kali ketukan ringan seakan memaksa membuka yang telah terencanakan
Katakan aku terlalu berlebihan dalam mencintai
Namun memang inilah, inilah kesulitanku mengatur rasa agar tertata rapi
Dalam harap sesungguhnya ingin biasa saja menyikapi
Namun apalah daya dengan pergerakan yang berbeda antara mata dan hati
Kontrol rasa yang bukan perkara biasa, bisa saja malah menjadi-jadi
Ingin ku akui saja
Bahwa bahagia, setiap mengingat manis senyumnya
Bahwa suka, dengan setiap tingkah lakunya
Bahwa indah, tentang segala sikap gelak tawanya
Tak pernah kupungkiri bahwa kenyamanan yang dibawanya sudah melekat di jiwa
Menciptakan percikan api yang tanpa sengaja semakin membesar seiring tumbuhnya rasa
Sungguh aku tak ingin, tapi apa dayaku menolak yang tiada punya kuasa?
Hati adalah pengendali raga
Tanpa kuminta pun akan bergerak sesuai titahnya
Lalu banyakkah celah bagiku menyembunyikan rasa?
Keyakinanku serta merta mengikis ketika senyum yang selama diamku terbayang jelas tampak nyata didepan netra
Duniaku, akankah kamu berubah sekejap hanya dengan sebuah sapa?
Sungguh indah pahatan Tuhan telah meracuni setiap angan harapku
Duniaku serasa terguncang menyaksikan sendiri gerak geriknya yang lugu
Jangan runtuh, pertahanan yang sudah kubangun lama jangan dulu
Sungguh inilah yang terjadi padaku, setiap dia tak jauh dari gerak ruangku
Rasa hati ingin menghampiri lalu mendekap hangat melupakan rasa malu
Tapi dunia seolah berhenti menyisakan kaki yang serasa kaku
Hingga hanya diam dan diam meski terasa ngilu
Ikhlas, cinta tau kemana dia melangkah dan pergi
Sekuat apapun menahan, jika cinta ingin berlalu maka tak ada apapun yang bisa memungkiri
Aku hanya ingin membiarkan rasa ini mengalur di jalan yang seharusnya dilewati
Dengan sejuta harap dan seribu angan, aku mampu berdiri menyeimbangi
Karena cintaku adalah kekuatanku di kehidupan yang perlu kuhadapi
Disanalah aku bisa merasakan seri
Komentar
Posting Komentar