Adakah kalian pernah semua terasa kosong? Semua terasa menjauh, menghilang dan meninggalkan? Adakah kalian menangis diam-diam? Atau berusaha mengemis perhatian? Pun bila seorang saja enggan memberikan? Lantas siapa yang berbicara? Pasti air mata, kan? Ketika pun keluarga terasa jauh dari pandang dan jangkauan, rindu malah semakin menggelegar. Ingat kala peluk nyaman nan hangat sudah pasti mengamankan dari bahaya, kala diri masih berada pada hangat kicau keluarga. Air mata dihapusnya, jeritan dipadamkannya, kegundahan diredakannya, serta ketakutan ditemaninya. Jika kalian pernah merasakan hal serupa, ayolah. Kalian tidak sendiri, sama sekali tidak. Aku bukanlah manusia yang tidak akan rapuh dalam kesendirian yang begitu mencekam, tetapi sesungguhnya banyak sekali alasan untuk sesuatu yang perlu dan harus kita lakukan. Tetapi memang sekali lagi kesunyian selalu bisa merusak seseorang. Menangis tidaklah salah, mengeluh bukanlah berdosa. Lakukan saja jika suatu hal itu mampu mengalihkan kesedihan mendalam, terlebih disertai dengan kesendirian. Tidak akan mudah, dan tidak semua manusia mampu. Kadang iri dengan mereka yang selalu mempunyai seseorang yang mati-matian menghiburnya kala setetes saja tumpah ar matanya. Entah ibunya memeluk hangat tubuhnya, entah kakaknya menyangga segala rapuhnya, entah sahabatnya pemegang erat tangannya, entah orang yang mungkin saja dicintainya penguat bebqn tubuhnya, atau orang-orang yang menyayanginya pernghibur dalam sedihnya. Kemana orang-orang yang aku harapkan pergi bersembunyi? Bahkan ketika pun sudah jelas tangis bukan saja setetes, sudah mengalir. Tetapi semua orang tampak tetap tenang, tetap damai. Tampak tertawa dengan segala hal yang tak sengaja ada. Lantas bagaimana dengan kesedihan mendalam yang terselip dari sekian banyak kebahagiaan? Tangisan-tangisan pilu memohon barang sekejap saja menemani berbagi cerita? Atau sekedar menonton drama agar ada teman berbincang. Berat memang, tetapi mau bagaimana lagi? Alam memaksa agar tetap sendiri, tetap sunyi, tetap dengan tangis mengais. Lalu alam memaksa yang lain untuk tertawa ringan berbahagia. Bukan memaksa, memang sudah menjadi bagiannya. Tolong sembunyikan saja rapuhmu, akan lebih baik jika begitu saja. Tetap tersembunyi hanya tangis dan malam yang tahu. Tetap terlihat tenang agar jiwa ikut tenteram. Biarkan dirimu yang mungkin saja berpura-pira kuat mampu menjadi sandaran dan sapu tangan untuk banyak air mata, meski air mata kita lebih deras dari mereka. Tetapi menangislah agar semua orang tahu bahwa kamu tegar, meski sebenarnya hancur luluh tak terbentuk. Semangat teman, kalian tidak sendiri:)
Ayah. Aku mengawali kalimat dengan topic yang aku bahagia ketiku menyebutnya tetapi sakit ketika menjabarkannya. Aku minta maaf ayah sudah meletakkan luka dalam gelar hebatmu. Aku minta maaf telah mengguyur air mata pada nama besarmu. Aku minta maaf ayah. Putrimu ini adalah seorang pengharap yah. Ya, sebelum ini putrimu sangat berharap besar kepadamu. Tentang keindahan kasih, ketulusan rasa dan kekuatan ikatan. Tetapi ternyata kau baik sekali ayah. Kau mengingatkanku kepada Allah, Tuhanku. Bahwa Allah tidak suka hambanya berharap kepada selain-Nya. Maka terima kasih ayah, engkau sudah menunjukkan hal besar yang aku lupakan. Kau tetaplah ayahku, doa yang setiap saat melangit agar ragamu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Meski dengan menyebutmu lukaku semakin merah berdarah, tetapi aku mencintaimu. Aku tetap mencintaimu. Jikapun ceritanya bukan seperti anggapanku selama ini, aku ikhlas ayah. Sekali lagi, kau mengajarkan keikhlasan yang begitu besar didalam jiwa putrimu ini. Kau meniti...
Komentar
Posting Komentar